Reforma agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional Nawa Cita Jokowi dengan berpedoman sebelumnya pada UU Pokok Agraria tahun 19...
Reforma agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional Nawa Cita Jokowi dengan berpedoman sebelumnya pada UU Pokok Agraria tahun 1960, secara fundamental memberikan pengakuan hak atas tanah dan pemanfaatannya untuk memenuhi kepentingan masyarakat.
Konflik agraria dan sengketa tanah menjadi salah satu gesekan yang mengganggu efektivitas kehidupan pertanian, dengan banyaknya petani yang kehilangan lahan untuk bercocok tanam dan semakin hari masyarakat semakin bertambah dan lahan semakin berkurang karena dikuasai oleh segelintir orang ataupun korporasi yang mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin. Oleh karena itu, Reforma Agraria hadir untuk mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang sejatinya akan memberikan harapan baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Syarat redistribusi tanah objek reforma agraria meliputi hak guna usaha HGU yang sudah berakhir, tanah terlantar dan kawasan hutan, sedangkan Izin HGU PT DDP ABE yang dikeluarkan 11-11-1986 dan berakhir pada 31-12-2021, ditambah lagi PT.DDP diduga kuat masih menggarap lahan kawasan hutan yang mana seharusnya kawasan tersebut sudah dihutankan kembali tetapi kenyataannya dilapangan masih ditemukan kawasan hutan yang diklaim HGU mereka. Sedangkan kondisi hari ini masyarakat desa Air Berau dan desa penyangga mulai menggarap lahan yang habis HGU itu, tetapi lahan garapan masyarakat tersebut kembali mau diambil alih oleh perusahaan, oleh karena itu kami koalisi masayarakat sipil desa air berau mendesak pemerintah untuk mengembalikan lahan kami dan menolak perpanjangan izin HGU PT. DDP ABE.
Persoalan agraria yang dialami masyarakat desa Air Berau dan desa penyangga sudah lama dan berlarut-larut dimulai semenjak sebelum adanya HGU PT.DDP ABE tahun 1984 Negara dalam hal ini direktorat agraria sudah menjanjikan kepada masyarakat akan dibangunkan plasma dengan pola PIR, bahwa lahan leluhur kami yang saat itu hanya diganti tanaman tumbuhnya saja karena janji Negara saat itu akan dibangunkan plasma untuk masyarakat hingga saat ini janji tersebut tak pernah kunjung terealisasi. [next]
Berita acara rapat masyarakat desa Air Berau dan desa penyangga sebelum berakhirnya masa HGU PT. DDP ABE tanggal 13 Februari 2016 telah disepakati bahwa seluruh HGU PT. DDP ABE yang habis masa izinnya wajib dikembalikan kepada masyarakat.
Dalam hal penyelesaian konflik dengan PT.DDP ABE yakni Bupati Mukomuko Sapuan sudah mengeluarkan SK tim GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) dan DPRD Mukomuko juga sudah membentuk pansus terkait polemik HGU PT.DDP ABE, tetapi sampai hari ini secara serius kami belum pernah dilibatkan sama sekali, bahkan kami sudah berulang kali bersurat dan yang terakhir kami layangkan surat permohonan audiensi tetapi sampai hari ini belum ada respon sama sekali, harapan kami jika pemerintah benar-benar ingin menyelesaikan konflik ini secara menyeluruh maka kami berharap melibatkan kami dalam tim GTRA dan Pansus DPRD yang sudah dibentuk, supaya tidak timbul kembali masalah dikemudian hari lagi.
Selain konflik agraria yang terjadi berkepanjangan muncul lagi masalah yang lebih besar yang dihadapi petani sawit secara umum, yaitu Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, ditambah lagi ada dana Pungutan Ekpor CPO (PE) dan Bea Keluar (BK). Katanya, kebijakan ini untuk kesejahteraan petani dan untuk menstabilkan harga TBS petani. Tapi faktanya, kebijakan ini justru menambah anjloknya harga TBS petani dan juga dana hasil pungutan PE dan BK ini lebih banyak di nikmati oleh konglomerat. [next]
Maka berdasarkan hal tersebut diatas maka kami Koalisi Masyarakat Sipil desa Air Berau dan desa penyangga menyatakan sikap:
1. Mendesak Presiden agar segera menormalisasi harga TBS serta cabut DMO-DPO, FO dan pungutan non pajak.
2. Meminta kepada pemerintah pusat agar tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi TBS dari petani, karena akan semakin menambah beban petani sawit.
3. Mendesak bupati memberikan sanksi kepada PMKS yang tidak mengikuti harga ketetapan disbun provinsi.
4. Cabut izin pabrik sawit tanpa kemitraan.
5. Tolak HGU tanpa plasma 20%.
6. Tangkap dan tindak tegas perusahaan yang merambah kawasan hutan.
7. Tanah untuk rakyat bukan untuk para cukong.
8. Stop kriminalisasi terhadap masyarakat yang terlibat dalam konflik agraria.
9. Menuntut janji yang sudah dibuat pemda Bengkulu Utara dan PT. DDP untuk membangun plasma dengan pola PIR
10. Menuntut PT. DDP ABE untuk membayar kompensasi bagi masyarakat untuk menggantikan pola PIR yang tidak direalisasi dari tahun 1984 s/d 2022 (35 Tahun)
11. Setelah HGU PT.DDP berakhir tahun 2021 perusahaan tidak diizinkan memperpanjang lagi.
12. Seluruh lahan HGU PT.DDP yang sudah habis izin masa berlakunya dikembalikan pada masyarakat.
13. Libatkan masyarakat dalam pansus DPRD kabupaten Mukomuko terkait polemik HGU PT.DDP ABE dan tim GTRA Kabupaten Mukomuko.
14. Usut dan tindak oknum kades terima suap dan Gratifikasi terkait perpanjangan izin HGU PT. DDP ABE Mukomuko,
Mukomuko, Rabu 13 Juli 2022